Belajar Dari Sayuran Yang Layu dan Arti Sebuah Komitmen
Berbagi cerita
Siang itu, saya menemani Abang saya pergi keswalayan. Dia adalah seorang ayah yang baik dan bijaksana untuk keluarganya menurut saya. Kami pergi keSwalayan untuk membeli sesuatu untuk keperluan dirumah, Tiba-tiba ada seorang perempuan tua berpakaian sederhana menghampiri kami sambil menenteng beberapa kantong plastik berisi sayuran. Dan Menawarkannya kepada kami.
“Maaf nak, mau beli sayuran ini? Saya sendiri yang menanam dan memetiknya,” sambil tangan keriputnya mengulurkan kantong plastik.
Setelah menatap si nenek sebentar, tanpa basa-basi, Abangku mengeluarkan dompet dan membayarnya. Tiga kantong plastik sayuran pun
berpindah tangan.
“Terima kasih ya nak, semoga nak mas diberi kelancaran rezeki,” ucapnya dengan suara bergetar. Tampak terharu si nenek menggenggam erat uang jualannya.
Setelah nenek itu berlalu, saya bertanya heran, “Abang beneran mau makan sayur ini…? Abang lihat sendiri sayur itu sudah layu dan mulai kuning, berulat lagi!”
Dengan Sedikit Senyuman, Abangku menjawab, “Ya enggak lah! Sayuran ini tidak layak dimakan.”
“Lha.. kenapa Abang beli?”
“Karena kalau enggak aku beli, nggak ada orang yang mau membelinya. Kan kasihan si nenek nggak dapat penghasilan.” Sambil menjawab pertanyaaku dengan pelan pelan.
Nenek tua : Sambil berlinang air mata si nenek berucap, “Anak muda, terima kasih. Nenek tahu, kalian membeli sayur ini karena kasihan melihat nenek. Sayurannya memang kurang segar.. Kalau bukan kalian, tidak ada yang mau membelinya. Uang ini sungguh sangat berarti untuk membeli obat, untuk cucu nenek yang sedang sakit. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.”
Buat semuanya, hari ini saya bisa belajar dari sayuran layu dan arti sebuah komitmen. Sayuran yang tidak bisa dimakan pun ternyata mampu memberi pelajaran berharga untuk kita semua.
Abangku memberikan nasehat dan pelajaran untukku, untuk selalu bersyukur dan selalu ingat kepada yang dibawah kita. Mungkin disini kita dipandang baik, tetapi jika kita tidak punya rasa peduli sesama maka tak ada kata baik untuk diri kita sendiri. Jangan pernah merasa diatas.
Saat jatuh dan terpuruk, kita sungguh berharap keajaiban akan datang kepada kita, mendapatkan pertolongan entah dari mana atau dari siapa pun.
Sebaliknya, ketika kita punya kemampuan, ketika kita sukses, apakah kita bersedia menjadi orang yang mendatangkan keajaiban itu? Mau mengulurkan tangan berbagi kepada sesama?
Kebaikan memang butuh dipraktikkan, butuh komitmen. Kebaikan perlu dibiasakan; seperti kata mutiara, “MEMANG SULIT MENJADI ORANG BAIK, TETAPI LEBIH BAIK MENJADI ORANG BAIK WALAUPUN SULIT"
Mari kita praktikkan dan biasakan komitmen dalam kehidupan kita, dan jadilah pembuat keajaiban bagi orang-orang yang membutuhkan...!
“Terima kasih ya nak, semoga nak mas diberi kelancaran rezeki,” ucapnya dengan suara bergetar. Tampak terharu si nenek menggenggam erat uang jualannya.
Setelah nenek itu berlalu, saya bertanya heran, “Abang beneran mau makan sayur ini…? Abang lihat sendiri sayur itu sudah layu dan mulai kuning, berulat lagi!”
Dengan Sedikit Senyuman, Abangku menjawab, “Ya enggak lah! Sayuran ini tidak layak dimakan.”
“Lha.. kenapa Abang beli?”
“Karena kalau enggak aku beli, nggak ada orang yang mau membelinya. Kan kasihan si nenek nggak dapat penghasilan.” Sambil menjawab pertanyaaku dengan pelan pelan.
Nenek tua : Sambil berlinang air mata si nenek berucap, “Anak muda, terima kasih. Nenek tahu, kalian membeli sayur ini karena kasihan melihat nenek. Sayurannya memang kurang segar.. Kalau bukan kalian, tidak ada yang mau membelinya. Uang ini sungguh sangat berarti untuk membeli obat, untuk cucu nenek yang sedang sakit. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.”
Buat semuanya, hari ini saya bisa belajar dari sayuran layu dan arti sebuah komitmen. Sayuran yang tidak bisa dimakan pun ternyata mampu memberi pelajaran berharga untuk kita semua.
Abangku memberikan nasehat dan pelajaran untukku, untuk selalu bersyukur dan selalu ingat kepada yang dibawah kita. Mungkin disini kita dipandang baik, tetapi jika kita tidak punya rasa peduli sesama maka tak ada kata baik untuk diri kita sendiri. Jangan pernah merasa diatas.
Saat jatuh dan terpuruk, kita sungguh berharap keajaiban akan datang kepada kita, mendapatkan pertolongan entah dari mana atau dari siapa pun.
Sebaliknya, ketika kita punya kemampuan, ketika kita sukses, apakah kita bersedia menjadi orang yang mendatangkan keajaiban itu? Mau mengulurkan tangan berbagi kepada sesama?
Kebaikan memang butuh dipraktikkan, butuh komitmen. Kebaikan perlu dibiasakan; seperti kata mutiara, “MEMANG SULIT MENJADI ORANG BAIK, TETAPI LEBIH BAIK MENJADI ORANG BAIK WALAUPUN SULIT"
Mari kita praktikkan dan biasakan komitmen dalam kehidupan kita, dan jadilah pembuat keajaiban bagi orang-orang yang membutuhkan...!